PALANGKARAYA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengembangkan literasi keuangan digital bagi masyarakat Indonesia agar dapat memahami manfaat, risiko, serta produk dan layanan dalam dunia keuangan digital, termasuk aset kripto yang kini semakin penting dalam perencanaan masa depan.
Dalam rangka Bulan Literasi Kripto pada Februari 2025, OJK menyelenggarakan kuliah umum bertema “The Future of Digital Finance: Digital Financial Asset and Crypto Assets, The Benefits, Risk and Regulation” di Auditorium Palangka, Universitas Palangkaraya, pada Jumat, 14 Februari 2025.
Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid dan dihadiri lebih dari 1000 peserta yang terdiri dari pelajar dan mahasiswa Universitas Palangkaraya di wilayah kerja OJK Provinsi Kalimantan Tengah.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, dalam paparannya menegaskan bahwa literasi keuangan digital sangat penting bagi pelajar dan mahasiswa sebagai bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat di era keuangan digital.
Hasan berharap masyarakat dapat mengenali risiko dan mengambil keputusan yang bijak dalam menggunakan layanan keuangan digital serta membuat keputusan investasi yang cerdas dan jangka panjang. “Tidak bisa dipungkiri bahwa aset kripto memberikan potensi keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan aset lainnya seperti emas, properti, dan saham, namun risikonya juga cukup tinggi,” kata Hasan dalam konferensi tersebut.
Hasan juga menambahkan bahwa generasi muda harus memahami profil keuangan pribadi mereka untuk dapat memilih produk dan layanan keuangan digital yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan keuangan jangka panjang.
Wakil Rektor Universitas Palangkaraya dalam sambutannya mengapresiasi kegiatan kuliah umum yang dilaksanakan di kampus mereka. Ia menekankan pentingnya memberikan bekal literasi keuangan digital kepada mahasiswa dan pelajar agar dapat terhindar dari risiko yang mungkin timbul dari investasi digital yang tidak tepat.
Berdasarkan data Bappebti tahun 2024, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp650,61 triliun, melonjak 335,91 persen dibandingkan dengan tahun 2023. Meskipun demikian, aset kripto memiliki risiko yang tinggi, termasuk fluktuasi harga dan adanya praktik penipuan.
Kuliah umum ini turut dihadiri oleh Asisten Perekonomian Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah, Sri Widanarni, Kepala OJK Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, Parjiman, serta beberapa narasumber lainnya, antara lain Didid Noordiatmoko dari Badan Supervisi OJK, Ludy Arlianto dari Grup Inovasi Keuangan Digital OJK, dan Malikulkusno Utomo dari Aspakrindo, dengan Fitria Husnatarina sebagai moderator.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, OJK kini memiliki mandat baru untuk mengatur dan mengawasi aset keuangan digital, termasuk aset kripto, yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi sejak 10 Januari 2025. (Red/OJK)