PALANGKA RAYA – Yayasan Kasih Penolong Terang Sejati (YKPTS) menggelar Pelatihan Kepemimpinan bertajuk “Kepemimpinan Transformasional dan Kolaboratif untuk Organisasi Mahasiswa,” Minggu, 30 November 2025. Kegiatan ini diikuti oleh puluhan peserta dari berbagai organisasi kemahasiswaan di Kalimantan Tengah.
Ketua YKPTS Petrus Tampu Bolon menyampaikan bahwa pelatihan ini menjadi ruang belajar bagi mahasiswa untuk mengembangkan kapasitas diri, terutama dalam membangun karakter pemimpin yang adaptif dan mampu berkolaborasi menghadapi dinamika zaman.
“Tujuan kegiatan ini adalah untuk mencetak jiwa kepemimpinan dan kemandirian pemuda di Kalimantan Tengah. Kita ingin memastikan bahwa generasi muda di daerah ini siap menyongsong Indonesia Emas 2045—bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai aktor yang mampu membawa perubahan,” ujar Petrus Tampu Bolon, Minggu (30/11/2025).
Petrus menerangkan bahwa kepemimpinan transformasional menjadi kebutuhan penting di tengah masyarakat yang terus berubah. Pemimpin tidak lagi cukup hanya memahami teori, tetapi juga harus mampu memberi inspirasi dan menggerakkan lingkungannya menuju tujuan bersama.
Ia menegaskan bahwa tantangan masa depan tidak dapat ditangani secara individual. Dibutuhkan pola kepemimpinan kolaboratif yang menyatukan kemampuan dari berbagai sektor dan latar belakang sehingga menghasilkan langkah strategis yang lebih kuat dan terarah.
“Indonesia Emas 2045 hanya dapat dicapai jika pemudanya memiliki kemandirian, kompetensi, dan visi jangka panjang. Melalui pelatihan ini, kami berharap mahasiswa mampu membangun pola pikir progresif, siap berinovasi, dan berani mengambil peran dalam pembangunan,” lanjutnya.
Pemateri utama kegiatan, Tirta Yoga Panuntun, S.Pd, membahas secara mendalam peran pemimpin transformasional dalam mendorong perubahan melalui visi yang kuat, keteladanan, dan kualitas komunikasi yang baik. Menurutnya, organisasi mahasiswa memiliki potensi besar menjadi ruang latihan kepemimpinan masa depan.
Tirta menjelaskan bahwa kolaborasi adalah fondasi penting dalam membangun organisasi yang produktif. Mahasiswa perlu membiasakan diri menyatukan perspektif dan bekerja lintas batas, karena itulah kompetensi yang kini dituntut dalam dunia profesional.
Ia menekankan bahwa seorang pemimpin harus mampu membangun lingkungan yang mendorong kreativitas dan keberanian mengambil langkah inovatif. Dengan begitu, organisasi dapat berkembang lebih adaptif dalam menghadapi dinamika sosial dan teknologi.
Kegiatan ini menghadirkan berbagai sesi diskusi, simulasi kepemimpinan, dan studi kasus nyata yang membantu peserta memahami bagaimana menerapkan konsep kepemimpinan dalam kegiatan organisasi mereka.
“Semoga ilmu yang diperoleh dapat memperkaya cara pandang mahasiswa bahwa kepemimpinan adalah proses membangun perubahan yang berdampak positif bagi banyak orang,” tandas Petrus. (Red/Adv)
