PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Pemprov Kalteng) bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) mengadakan audiensi dan diskusi penanganan konflik agraria serta sumber daya alam (SDA) di Aula Eka Hapakat, Kantor Gubernur Kalteng, pada Rabu (30/7/2025).
Plt. Sekretaris Daerah ( Sekda) Kalteng, Leonard S. Ampung, menyebutkan bahwa sepanjang 2020–2024, terdapat 84 kasus konflik agraria di Kalteng yang membutuhkan perhatian serius.
Menurutnya, permasalahan pertanahan dan pengelolaan SDA berpotensi memicu ketegangan sosial jika tidak segera ditangani secara efektif.
“Penyelesaian konflik agraria harus cepat, tepat, dan adil. Ini bukan hanya soal tanah, tetapi juga menyangkut hak asasi manusia serta stabilitas sosial,” kata Leonard.
Ia menegaskan perlunya pendekatan komprehensif yang melibatkan aspek hukum positif, sosiologis, dan kearifan lokal.
Leonard bahkan mengusulkan pembentukan lembaga penyelesaian sengketa berbasis adat sebagai alternatif penyelesaian di luar jalur pengadilan.
“Lembaga ini diharapkan mampu memberikan akses penyelesaian yang murah, cepat, serta sesuai dengan nilai-nilai lokal, termasuk hukum adat Dayak,” tambahnya.
Komisioner Komnas HAM RI, Uli Parulian Sihombing, menyambut baik gagasan tersebut. Ia mengungkapkan, Komnas HAM telah menerima laporan terkait konflik agraria di Kalteng dan melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum.
“Forum ini sangat penting untuk membangun pemahaman bersama dan mencari solusi kolaboratif antara pemerintah daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya.
Diskusi melibatkan unsur Forkopimda, Kantor Wilayah ATR/BPN Kalteng, Tim GTRA Kalteng, serta Pemkab Seruyan secara virtual.
Hasil forum ini diharapkan menjadi langkah nyata dalam mewujudkan penyelesaian konflik agraria yang berkeadilan demi mendukung pembangunan berkelanjutan di Kalimantan Tengah. (red/adv)