JAKARTA – Penguatan tata kelola keuangan melalui Governance, Risk, and Compliance (GRC) menjadi kunci utama bagi terwujudnya Visi Indonesia Emas 2045. Hal ini ditegaskan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam Risk and Governance Summit (RGS) 2025 di Jakarta, Selasa (19/08/2025).
“Pemberdayaan ekosistem GRC yang adaptif, kolaboratif, dan inklusif adalah keniscayaan. Di tengah percepatan digitalisasi, risiko seperti kejahatan siber, fraud lintas batas, dan regulatory arbitrage memerlukan tata kelola yang terintegrasi,” kata Mahendra.
RGS 2025 mengangkat tema Empowering the GRC Ecosystem to Drive Economic Growth and National Resilience. Forum ini diselenggarakan untuk memperkuat stabilitas sektor jasa keuangan sekaligus membuka peluang pertumbuhan berkelanjutan.
Mahendra menegaskan, OJK berkomitmen membangun sinergi dengan lembaga negara, industri jasa keuangan, dan asosiasi profesi guna memperkuat governance. Kolaborasi tersebut, lanjutnya, bukan sekadar formalitas, tetapi fondasi bagi sistem keuangan yang tangguh.
“Forum RGS diharapkan memperkuat nilai tata kelola yang baik serta menjadi jembatan antara regulasi dan implementasi. GRC bukan hanya instrumen kepatuhan, melainkan kompas strategis pembangunan ekonomi,” tambah Mahendra.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Audit OJK Sophia Wattimena menyebutkan bahwa penguatan GRC merupakan pilar penting Asta Cita, khususnya dalam reformasi tata kelola dan pemberantasan korupsi.
Sophia menekankan bahwa transformasi tata kelola berperan besar dalam mempercepat terwujudnya Visi Indonesia Emas 2045. Sektor jasa keuangan diharapkan memberi kontribusi signifikan melalui tata kelola dan manajemen risiko yang baik.
“Filosofi Ki Hajar Dewantara: ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani menjadi landasan dalam membangun GRC. Filosofi itu selaras dengan nilai inti RGS yakni Role Model, Guidance, dan Support,” ujar Sophia.
Wakil Ketua BPK RI Budi Prijono menilai, tata kelola kolaboratif lintas sektor menjadi keharusan. Hal ini agar transparansi, akuntabilitas, dan pengendalian risiko benar-benar menjadi pondasi pertumbuhan berkelanjutan.
“Karenanya, BPK mendorong tata kelola kolaboratif yang melibatkan sinergi lintas sektor dan peran aktif di level global,” tandas Budi. (Red/Adv)