JAKARTA – Kemajuan teknologi Artificial Intelligence (AI) mendorong lahirnya berbagai modus penipuan digital dengan tingkat akurasi tiruan yang semakin sulit dibedakan dari aslinya. Kondisi ini mendorong Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) kembali mengeluarkan imbauan kewaspadaan kepada masyarakat terhadap ancaman voice cloning dan video deepfake.
Satgas PASTI mencatat bahwa pelaku penipuan kini mampu meniru suara dan wajah seseorang dengan sangat realistis. Hal ini membuat masyarakat lebih rentan tertipu, terutama ketika pelaku menggunakan identitas tiruan untuk meminta uang, data pribadi, atau melakukan manipulasi psikologis lainnya.
Sekretariat Satgas PASTI, Hudiyanto, menjelaskan bahwa teknologi voice cloning mampu meniru intonasi, cara bicara, hingga karakter suara seseorang hanya dengan bermodalkan sampel suara yang bisa diperoleh secara mudah di ruang digital, seperti media sosial atau rekaman percakapan.
Tidak hanya suara, video deepfake juga menjadi sarana baru yang digunakan pelaku kejahatan. Dengan teknologi tersebut, wajah seseorang dapat ditempelkan secara digital pada video palsu dengan tingkat sinkronisasi gerak mulut dan ekspresi yang sangat mirip, sehingga membingungkan korban.
“Modus penipuan digital semakin canggih. Masyarakat harus selalu melakukan verifikasi ketika menerima permintaan yang tidak biasa, terlebih jika terkait uang atau data pribadi,” tegas Hudiyanto. Selasa (18/11/2025).
Hudiyanto mengingatkan bahwa masyarakat harus menerapkan dua langkah dasar, yaitu verifikasi silang dan kehati-hatian dalam membagikan data pribadi. Ia menegaskan bahwa permintaan mendadak terkait keuangan harus selalu dikonfirmasi ulang melalui saluran komunikasi lain yang benar-benar dapat diverifikasi.
Dalam upaya melindungi masyarakat, Satgas PASTI terus memperkuat edukasi publik mengenai pola penipuan berbasis AI sekaligus memperbarui mekanisme pengawasan aktivitas layanan keuangan ilegal. Imbauan ini tidak hanya menyoroti ancaman teknologi, tetapi juga tindakan pencegahan praktis yang dapat dilakukan masyarakat.
Satgas PASTI melaporkan capaian terbaru hingga November 2025, yaitu pemblokiran 611 entitas pinjol ilegal, 96 penawaran pinjaman pribadi (pinpri), serta 69 penawaran investasi ilegal dengan berbagai modus seperti duplikasi situs resmi, penipuan kerja paruh waktu, hingga investasi palsu yang memanfaatkan media sosial.
Kolaborasi antarinstansi juga semakin diperkuat, terutama setelah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) resmi bergabung dalam Satgas sejak awal 2025. Dukungan patroli siber dari Kementerian Agama juga membantu menindak konten umrah backpacker, jual visa umrah, dan SISKOPATUH ilegal yang masih marak beredar.
Sejak 2017 hingga 12 November 2025, total 14.005 entitas ilegal berhasil dihentikan. Angka itu mencakup 1.882 entitas investasi ilegal, 11.873 pinjol ilegal dan pinpri, serta 251 entitas gadai ilegal. Data tersebut menunjukkan bahwa kejahatan keuangan ilegal masih menjadi ancaman serius.
Selain Satgas PASTI, Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) juga berperan besar dalam penanganan laporan penipuan. Sejak mulai beroperasi 22 November 2024 hingga 11 November 2025, IASC menerima 343.402 laporan penipuan dan mengidentifikasi 563.558 rekening terkait kejahatan digital. Dari jumlah tersebut, 106.222 rekening berhasil diblokir.
Total kerugian yang dilaporkan publik mencapai Rp7,8 triliun. Namun, upaya pemblokiran dan sinergi antarinstansi telah berhasil menahan dana sebesar Rp386,5 miliar agar tidak sepenuhnya jatuh ke tangan pelaku.
“Jika masyarakat menerima tawaran investasi atau pinjaman online yang mencurigakan atau menawarkan imbal hasil tidak logis, segera laporkan melalui situs sipasti.ojk.go.id atau Kontak OJK 157,” tandas Hudiyanto. (Red/Adv)










