PALANGKARAYA – Lonjakan kejahatan digital yang menimpa masyarakat menjadi perhatian utama dalam Rapat Koordinasi Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) Daerah Semester II Tahun 2025 yang digelar Otoritas Jasa Keuangan Kalimantan Tengah (OJK Kalteng), Kamis (04/12/2025). Pertemuan lintas lembaga ini dihadiri BI Kalteng, Forkopimda, serta anggota Satgas PASTI dari berbagai instansi.
Kepala OJK Kalteng, Primandanu Febriyan Aziz, membuka rakor dengan menekankan bahwa kejahatan digital berkembang dengan pola yang semakin sulit dideteksi masyarakat. Karena itu, kolaborasi antarinstansi menjadi kebutuhan mendesak.
“Modus scam kini semakin canggih, mulai dari social engineering, phishing, impersonation, hingga investasi ilegal berbasis digital. Satgas PASTI harus adaptif dan solid dalam bertukar informasi,” ujar Primandanu Febriyan Aziz di Palangkaraya, Kamis (04/12/2025).
Ia menegaskan edukasi publik harus berjalan seiring penindakan agar masyarakat memahami risiko kejahatan yang mengintai di dunia digital. Menurutnya, literasi digital menjadi kunci pencegahan jangka panjang.
Rakor tersebut mengulas tren pengaduan masyarakat yang terus meningkat sepanjang tahun. Berbagai temuan menunjukkan pelaku kejahatan digital kian agresif memanfaatkan kelengahan masyarakat dengan kedok layanan keuangan.
Fokus pembahasan rakor diarahkan pada upaya peningkatan kewaspadaan publik, penguatan kanal pelaporan, serta percepatan penindakan. OJK menilai bahwa masyarakat membutuhkan akses informasi yang mudah dan valid untuk mengenali potensi scam.
“Kolaborasi lintas lembaga harus terus diperkuat agar masyarakat semakin terlindungi dari ancaman kejahatan digital. Edukasi dan kewaspadaan menjadi benteng pertama,” jelas Primandanu.
Pada sesi selanjutnya, Kepala Seksi C Bidang Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Kalteng, Januar Hapriansyah, menyoroti tantangan penegakan hukum di tengah kecepatan perkembangan teknologi. Ia menggambarkan beberapa kasus yang marak terjadi dan merugikan banyak pihak.
“Kasus seperti scamming e-tilang dan fidusia menunjukkan bahwa pelaku semakin memanfaatkan celah teknologi. Masyarakat perlu lebih bijak dan selektif dalam menerima informasi,” katanya.
Selain itu, ia menilai bentuk-bentuk kejahatan digital akan terus berkembang selama masyarakat masih mudah percaya pada iming-iming keuntungan cepat. Oleh sebab itu, edukasi menjadi unsur penting dalam memutus rantai penipuan.
Asisten Direktur Senior OJK, Andrianto Suhada, turut memaparkan strategi pencegahan yang melibatkan sektor jasa keuangan. Ia menekankan pentingnya mekanisme verifikasi identitas, integrasi data, serta pelaporan yang mudah diakses masyarakat.
Materi tersebut menguraikan bahwa pencegahan dan perlindungan konsumen membutuhkan sistem terkoordinasi yang mampu mengidentifikasi ancaman secara cepat. Ia juga menekankan bahwa pelaku kejahatan digital sering memanfaatkan data pribadi korban yang diperoleh dari berbagai sumber.
Secara nasional, peningkatan tren penanganan kasus keuangan ilegal menjadi sorotan. Sepanjang 1 Januari hingga 30 November 2025, OJK menerima 23.147 pengaduan entitas ilegal. Rinciannya 18.633 pinjol ilegal dan 4.514 investasi ilegal. Angka ini mencerminkan tingkat ancaman yang terus berkembang.
Dalam periode tersebut, Satgas PASTI menutup 2.263 entitas pinjol ilegal dan 354 investasi ilegal yang beroperasi melalui situs, aplikasi, maupun kanal digital lain. Penindakan ini menegaskan banyaknya entitas yang memanfaatkan ketidaktahuan masyarakat.
Indonesia Anti-Scam Center (IASC) mencatat 373.129 laporan sejak diluncurkan November 2024 hingga 30 November 2025. Dari angka tersebut, 202.426 laporan disampaikan oleh pelaku usaha sektor keuangan, sedangkan 170.703 berasal dari masyarakat.
Total 619.394 rekening dilaporkan dan 117.301 rekening telah diblokir. Kerugian masyarakat mencapai Rp8,2 triliun. Sementara dana yang berhasil diblokir Rp389,3 miliar.
Di Kalimantan Tengah, Satgas PASTI menerima 183 aduan pinjol ilegal dan 41 aduan investasi ilegal hingga akhir November 2025. Melalui IASC, masyarakat melaporkan 2.338 aduan dengan kerugian Rp29,13 miliar.
“Kita harus selalu waspada terhadap celah teknologi yang dimanfaatkan pelaku, dan memastikan edukasi publik berjalan selaras dengan penegakan hukum,” tandas Januar. (Red/Adv)










